Welcome


Selasa, 08 November 2011

DEMAM TIFOID

DEMAM TIFOID

                     









                                                                                                               By : Kaltriani Lestari
                                                                                                                      10101001066

BAB I. RESUME

Demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus yang disebabkab oleh Salmonella typhi. Gejala penyakit ini ditandai dengan demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

Salmonella adalah bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora. Salmonella typhi mempunyai tiga macam antigen yaitu : antigan O, antigen H dan  K. Salmonella typhi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak Peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran darah melalui duktus torasikus.

 S. typhi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus . S. typhi bersarang di plak Peyeri, limpa, hati, dan bagian-bagian lain pada sistem retikuloendotelial. Andoksin S. typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempa kuman tersebut berkembang biak sehingga merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi demam.

Pada masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.


`                                               BAB II. PENDAHULUAN

II.1 Data kasus penyakit Demam Tifoid
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Terdapat tiga bioserotipe yaitu Salmonella paratyphi A, B ( Salmonella schottmuelleri), dan C (Salmonella hirschefildii). Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang termasuk dalam masalah kesehatan di negara berkembang.  Di indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dengan insidens tertinggi pada daerah endemik. Terdapat dua sumber penularan s.typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan, yang lebih sering karier. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S. Typhi sedangkan di daerah nonendemik , makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering.

Diperkirakan menyerang 22 juta orang pertahun dengan angka kematian mencapai 200.000 jiwa per tahun. Menurut WHO, pada tahun 2003 terdapat sekitar 900.000 kasus di Indonesia, dimana sekitar 20.000 penderitanya meninggal dunia.1,2 Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritica, khususnya serotype Salmonella typhi.3 Bakteri ini termasuk kuman Gram negatif yang memiliki flagel, tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O, H dan Vi.

DI kota Semarang, penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)yang mempermudah lokalisasi masalah kesehatan dalam waktu dan ruang. Dalam SIG terdapat software untuk pemetaan (mapping) dan telah dilengkapi dengan komponen database. Software yang digunakan pada penelitian ini yaitu Microsoft Excel 2007 dan ArcView GIS 3.3 untuk menganalisis distribusi spasial dan temporal kasus demam tifoid di Kota Semarang periode 1 Oktober - 31 Desember 2009. Adapun dari penelitian ini diharapkan menghasilkan gambaran spasial dan temporal kasus demam tifoid yang dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko keruangan terhadap pola penyebaran demam tifoid, serta didapatkan data statistik yang efektif dan praktis yang dapat diimplementasikan oleh praktisi kesehatan masyarakat dalam tindakan pencegahan penyakit demam tifoid.

II.2 Urgensi penyakit Demam Tifoid dalam kesehatan masyarakat
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini. Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Usia Persentase
12 – 29 tahun 70 – 80 %
30 – 39 tahun 10 – 20 %
> 40 tahun 5 – 10 %


BAB III. ISI

III.1 Triad Epidemiologi
1.              Agent
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. S.typhi adalah bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidal membentuk spora. Bakteri ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu :
·                Antigen O, antigen somatik ( tidak menyibar )
·                Antigen H, terdapat pada flagela dan bersifat termolabil
·                Antigen k, selaput yang  melindungi tubuh bakteri dan melindungi antigen O. Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57oC selama beberapa menit.

2.              Host
Salmonella typhi banyak ditemukan di negara-negar berkenbang yang higiene pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik.  Manusia adalah host hanya alami dan reservoir. Infeksi ini ditularkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran. S.typhi jega dapat disebarkan oleh serangga yang kemudian mengkontaminasi makanan dan minuman.

3.              Environtment
Salmonella typhi banyak ditemukanpada lingkungan yang kotor dengan sanitasi yang kurrang baik. Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.Lingkungan yang kurang sehat dan sanitasi yang kurang baik.

III.2 Transmisi Penyakit Demam Tifoid

Manusia adalah host hanya alami dan reservoir. Infeksi ini ditularkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran. Es krim diakui sebagai risiko yang signifikan faktor transmisi demam tifoid. Kerang yang diambil dari air yang terkontaminasi, dan buah-buahan dan sayuran mentah dipupuk dengan limbah, telah menjadi sumber wabah masa lalu. Insiden tertinggi terjadi di mana persediaan air yang melayani populasi besar terkontaminasi dengan kotoran.

Data epidemiologis menunjukkan bahwa penularan ditularkan melalui air S. typhi biasanya melibatkan inocula kecil, sedangkan transmisi bawaan makanan terkait dengan inocula besar dan tingkat serangan yang tinggi selama periode singkat. Ukuran inokulum dan jenis kendaraan di mana organisme yang tertelan sangat mempengaruhi baik serangan tingkat dan periode inkubasi. Pada relawan yang tertelan 109 dan 108 patogen S. typhi dalam 45 ml susu skim, penyakit klinis muncul di 98% dan 89% masing-masing. Dosis dari 105 menyebabkan demam tifoid pada 28% sampai 55% relawan, sementara tidak ada 14 orang yang mengkonsumsi 103 organisme dikembangkan penyakit klinis. Walaupun secara luas percaya bahwa Salmonella ditularkan melalui rute oral, transmisi S. typhi melalui rute pernapasan telah dibuktikan dalam mouse Model (10).

Studi yang dilakukan pada sebuah keluarga di Santiago, Chili, selama era tipus tinggi endemisitas dalam rangka untuk memastikan apakah pembawa kronis secara signifikan lebih sering di rumah tangga di mana ada indeks kasus anak dengan demam tifoid dibandingkan rumah tangga kontrol cocok. Studi epidemiologi lain menyelidiki apakah faktor risiko dapat diidentifikasi untuk orang dengan demam tifoid dibandingkan dengan anggota rumah tangga yang tidak terinfeksi.
Disimpulkan bahwa kronis operator di rumah tangga tidak memainkan peran penting dalam transmisi. Selanjutnya, itu menunjukkan bahwa irigasi air limbah salad dengan terkontaminasi dengan kotoran adalah faktor kunci bertanggung jawab untuk menjaga endemisitas tinggi tipus di Santiago. Dalam mengembangkan negara, di sisi lain, tifus ditularkan ketika pembawa kronis mengkontaminasi makanan sebagai konsekuensi dari tidak memuaskan yang berhubungan dengan makanan praktek kebersihan.

III.3 Riwayat Alamiah Penyakit Demam Tifoid
1.      Masa Inkubasi dan Klinis
Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
  • ~ anoreksia
  • ~ rasa malas
  • ~ sakit kepala bagian depan
  • ~ nyeri otot
  • ~ lidah kotor
  • ~ gangguan perut (perut meragam dan sakit)


2.      Masa laten dan Periode Infeksi
~Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

~ Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
~ Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
~ Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

BAB IV. PENCEGAHAN
Pencegahan demam tifoid, rute utama penularan demam tifoid adalah melalui air minum atau makan makanan yang terkontaminasi dengan Salmonella typhi. Pencegahan didasarkan pada akses menjamin untuk aman air dan dengan mempromosikan praktek-praktek penanganan makanan yang aman. Pendidikan kesehatan penting untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong perubahan perilaku.
1. Air yang aman
Demam tifoid adalah penyakit ditularkan melalui air dan ukuran pencegahan utama adalah untuk memastikan akses terhadap air yang aman. Air harus berkualitas baik dan harus cukup untuk kebutuhan semua masyarakat. Selama wabah langkah-langkah kontrol berikut adalah kepentingan tertentu:
a. Di daerah perkotaan, pengendalian dan pengobatan sistem pasokan air harus
diperkuat dari tangkapan ke konsumen. Air minum yang aman harus dibuat
tersedia untuk populasi melalui sistem pipa atau dari truk tangki.
b. Di daerah pedesaan, sumur harus diperiksa untuk patogen dan dirawat jika perlu.
c. Di rumah, perhatian khusus harus diberikan  kepada desinfeksi dan penyimpanan air yang aman sumbernya.
2. Makanan yang aman
Makanan yang terkontaminasi merupakan wahana yang penting untuk transmisi demam tifoid. Penanganan makanan yang tepat dan pengolahan adalah yang terpenting dan kebersihan dasar berikut tindakan harus dilaksanakan atau diperkuat selama wabah:
mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau sebelum makan makanan.
3. Sanitasi
Sanitasi yang layak memberikan kontribusi untuk mengurangi risiko penularan dari semua bakteri patogen termasuk Salmonella typhi.
a. Fasilitas yang sesuai untuk pembuangan limbah manusia harus tersedia untuk semua komunitas. Dalam keadaan darurat, jamban dapat dengan cepat dibangun.
b. Pengumpulan dan pengolahan limbah, khususnya selama musim hujan, harus
diimplementasikan.
4.Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran publik tentang semua yang disebutkan di atas sebagai upaya pencegahan. Pesan pendidikan kesehatan bagi masyarakat rentan harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan diterjemahkan ke dalam bahasa lokal. Keterlibatan masyarakat adalah landasan dari perubahan perilaku berkaitan dengan kebersihan dan untuk pengaturan dan pemeliharaan prasarana yang dibutuhkan.
5.Vaksinasi
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan paratifoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan demam tifoid Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100%.

BAB V. PENGOBATAN

1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Paasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus dperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. Pengobatan simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan maupun perforasi intestinal.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
2. Diet
Diet merpakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini,yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.


3. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah kloramfenikol (pilihan utama), tiamfenikol, ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin generasi ketiga, golongan florokuinon, dan dapat diberikan kombinasi obat antimikroba, dan kortikosteroid bila diperlukan.
Obat
Mekanisme kerja
Dosis
Keterangan
Kloramfenikol
Berikatan dengan unit 50S bakteri
Oral
4 x 500 mg sampai 7 hari bebas demam
Perbaikan dicapai dalam interval 3-7 hari. Tidak digunakan pada pasien anak.
Tiamfenikol
Berikatan dengan unit 50S ribosom bakteri
Oral
4 x 500 mg sampai 7 hari bebas demam
Perbaikan dicapai dalam 4-6 hari. Efek samping lebih ringan dari kloramfenikol. Tidak diberikan pada ibu hamil khususnya trimester 1
Ampisilin
Menghambat pembentukan dinding sel bakteri
Oral
75-150 mg/kg BB, terbagi 3 kali sehari, berikan selama 10-14 hari
Perbaikan dicapai dalam 3-5 hari
TMP-SMZ
Menghambat pembentukan asam dihidrofolat
2 x 2 tablet/hari (400 mg SMZ- 80 mg TMP) selama 2 minggu
Perbaikan dalam rentang yang sama dengan kloramfenikol
Ceftriaxone
Menghambat pembentukan dinding sel bakteri
3-4 gram dalam

Ciprofloxacin
Menghambat sintesis DNA bakterial
2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Teruskan pengobatan hingga 2-4 hari setelah gejala menghilang
Corticosteroid
Mengurangi inflamasi
Dexamethasone dosis tinggi
Pada kasus tifoid toxic, sepsis, peritonitis




KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Demam tifoid merupakan penyakit Infeksi yang disebabkan oleh S. typhi. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, terutama di negara berkembang. Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan demam
Saran
Adapun saran penulis kepada para pembaca adalah hendaknya menjaga kontaminasi makanan dan air, sayur yang dicuci dengan air hangat,membiasakan hidup dengan menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti menjaga kebersihan perorangan dengan selalu mencuci tangan memakai sabun setelah memegang sesuatu dan selalu menjaga kebersihan lingkungan.
Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum menyedia atau memakan makanan, membuang sampah sarap, memegang bahan mentah atau selepas membuang air besar. Selalu makan makanan yang sehat dan jika terpaksa makan di kedai pilih kedai yang Bersih, pastikan makanan yang dipesan khas dan berada dalam keadaan `berasap’ kerana baru diangkat dari dapur. Tudung semua makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat.




GAMBAR PENDUKUNG










DAFTAR PUSTAKA
Ball, A.P dan J.A. 1992. Alih Bahasa. Jakarta : Hipokrates.
Mansjoer, Arief., et all. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta : EGC.
Widoyono, Nah Yuk. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi Penularan dan Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
http://eprints.undip.ac.id/8069/1/Henry_Sanrtoso.pdf

1 komentar: